Jakarta, -- Lembaga Bantuan Hukum Jakarta membuka pos pengaduan bagi para peminjam uang dari aplikasi (fintech). Pos ini mencoba menginventaris dan menyelesaikan cara penagihan yang sudah melanggar hukum dan hak asasi manusia para peminjam."LBH Jakarta menilai bahwa kewajiban membayar pinjaman adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh semua konsumen/peminjam. Namun, persoalan yang muncul akibat dari pelanggaran hukum dan HAM dalam penggunaan aplikasi pinjaman online tidak dapat dibenarkan," ujar Jeanny Silvia Sari Sirait, pengacara publik LBH Jakarta dalam konferensi pers pada Minggu (4/11) di Cikini, Jakarta Pusat.Jeanny mengatakan bahwa sejak 2016 pihaknya telah menerima 10 pengaduan dari 283 korban pelanggaran hukum dan HAM ini. Sejauh ini, LBH Jakarta menerima laporan bahwa peminjam merasa data pribadi mereka diambil aplikasi melalui ponsel.
Debt collector juga menghantui para peminjam dengan menagih utang kepada keluarga, kolega atau siapapun yang ada di kontak ponsel peminjam. Peminjam juga merasa ngeri ketika mengetahui bahwa pinjaman yang mereka lakukan ternyata bunganya tak terbatas."Bunga disebutkan di awal misalnya 20 persen dalam terms and condition , tetapi pada praktiknya bunga bisa bertambah suka-suka mereka saja," lanjut Jeanny.Selain itu, penagihan yang dilakukan lebih menyerupai teror yang tak kenal waktu dan tempat. Penagih bahkan mengancam akan menyebarkan foto yang diambil dari ponsel peminjam ke sosial media."Bahkan ada yang sudah nekad menyebarluaskan foto dan identitas peminjam di grup WhatsApp keluarga atau yang ada di kontak handphone peminjam," tambah Jeanny.
Korban juga diarahkan untuk membayar hutang dengan cara apapun bahkan menjual diri hingga menjual organ tubuh asalkan hutang dibayar. Oleh karena itulah, tak sedikit dari korban wanita yang mengalami pelecehan seksual.Alamat kantor dari aplikasi itu juga disebut Jeanny tak selalu jelas. Nama aplikasi juga dikatakan bisa berganti-ganti tanpa sepengetahuan peminjam dan tanpa pemberitahuan pada peminjam. Nomor peminjam juga senantiasa berganti-ganti tak jelas untuk melakukan teror. Akibat dari teror tersebut, LBH Jakarta menemukan korban yang depresi berat, korban kehilangan pekerjaan dan bercerai dengan pasangannya. Masalahnya, kata Jeanny, bukan lagi hanya masalah hutang.
Bahkan yang paling parah, korban yang sudah tak bisa menutup hutang dan menghindari penagih hutang mencoba bunuh diri."Oleh karena itu, kami membuka pos pengaduan korban pinjaman online (pinjol) di website LBH Jakarta (www.bantuanhukum.or.id) yang dibuka mulai hari ini hingga 25 November 2018," tambah Jeanny.Peminjam yang merasakan pelanggaran hukum dan HAM bisa mengunduh formulir laporan di situs LBH Jakarta meski tidak berada di Jakarta. Korban yang melapor akan mendapatkan ruang untuk dapat bersama-sama mengakses keadilan."Jadi dalam rentang waktu itu, kami akan inventariskan terlebih dahulu permasalahannya apa kemudian kami klasifikasikan kasus-kasusnya baru kita lakukan tempuh jalur hukumnya. Misalnya, tindak pidana umum untuk yang intimidasi dan pelecehan seksual, maka untuk pengambilan data itu akan pakai pasal yang berbeda," paparnya.Meski waktu pos pengaduan terbilang pendek, LBH Jakarta terbuka menerima pengaduan setelah masa pengaduan khusus kasus ini usai. Namun, laporan harus disampaikan melalui jalur umum yang dibuka dari Senin - Kamis di LBH Jakarta.
No comments:
Post a Comment