HEADLINE: E-Tilang Diberlakukan, CCTV Lebih Efektif dari Petugas Polisi?
CEPATDAFTAR.COM, Jakarta - Era slip merah dan slip biru saat tilang di jalan raya bakal tamat. Setidaknya di DKI Jakarta. Polisi kini resmi memberlakukan aturan e-tilang atau Electronic Traffic Law Enforcement (E-TLE) di sepanjang Jalan Jenderal Sudirman dan MH Thamrin. Lebih canggih dari yang manual.
Uji coba sudah dilakukan sejak Oktober lalu, tapi baru diberlakukan pada 1 November 2018. Sejauh ini lumayan efektif. Dalam 24 hari, sudah 3.624 kendaraan kena tilang. Bukan petugas yang meniup peluit, tapi rekaman CCTV yang jadi bukti. Dua kamera pengawas disiagakan di dua jalan protokol itu.
BACA JUGA
Sistem e-tilang juga tak pandang bulu. Tak peduli pelat hitam, merah, atau apapun. Milik awam atau pejabat, tidak ada perkecualian.
"Yang pelat hitam ada 2.777 kendaraan, pelat kuning atau angkutan umum 639 kendaraan, mobil dinas TNI dan Polri 53 kendaraan, pelat merah 60 kendaraan, pelat luar DKI Jakarta 69 kendaraan, dan mobil kedutaan 16 kendaraan. Ini data saat uji coba dilakukan hingga akhir November," ucap Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Kombes Yusuf saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (28/11/2018).
Saat dimintai pendapat, pengamat transportasi dari Universitas Indonesia, Ellen Tangkudung berpendapat, penerapan sistem e-tilang terbilang efektif mengurangi pelanggar lalu lintas, khususnya di kota-kota sibuk seperti Jakarta.
Namun demikian, adanya perubahan teknologi dari yang awalnya serba manual, menjadi online, harus diiringi dengan kesadaran pengendara untuk bersikap tertib.
"Artinya, ini persoalan lalu lintas dan berbicara aturan. Maka itu, perlu kedisiplinan warga dan etika berlalu lintas yang ditekankan dan juga sosialialisasi," kata Ellen kepada Liputan6.com, Rabu (28/11/2018).
Dosen perempuan itu menganggap bila angka pelanggaran lalu lintas meningkat drastis saat uji coba e-tilang dilakukan. Pasalnya, melalui teknologi CCTV, seluruh kendaraan dapat terdeteksi. Berbeda dengan sistem tilang manual yang sepenuhnya mengandalkan mata petugas di lapangan.
"E-tilang ini kan mampu men-capture tiap kendaraan yang lewat, jadi peluang menangkap kendaraan yang melanggar jauh lebih besar daripada menggunakan tenaga petugas polisi yang tilang langsung di jalan," ucap pengamat dari Masyarakat Transportasi Indonesia itu.
Setidaknya ada tiga hal yang membuat tilang elektronik efektif. Pertama, tidak adanya interaksi langsung dengan petugas. Menurut Ellen, cara itu dinilai cukup ampuh mengurangi praktik kecurangan yang dilakukan oleh pelanggar, maupun petugas kepolisian di jalan.
"Tentu diharapkan tidak ada lagi deal-deal antara pelanggar dan polisi di jalan, Jadi enggak ada lagi istilah 'damai di tempat'," kata dia.
Selanjutnya, menurut Ellen, harus ada basic data yang akurat dari registrasi dan identifikasi kendaraan. Sehingga tidak terjadi kebingungan dari kedua pihak dalam penegakan hukum.
"Nomor pelat mobil mesti diperhatikan, mobil harus akurat karena elektronik mengandalkan data," singkat dia.
Sedangkan ketiga, sosialisasi kepada masyarakat harus lah tepat sasaran, hal ini berdampak pada pengetahuan masyarakat jika terbukti melanggar. Selain itu menurut Ellen, pengawasan terhadap penerapan sistem tersebut juga harus diperketat.
"SOP jelas, masyarakat tahu efek melanggar, dan petugas tahu jika berlaku curang, maka pungli dapat dihindari,” terang dia.
Ellen pun menekankan agar aturan E-TLE ini dibarengi dengan upaya Polri membenahi para polisi 'nakal' yang masih kerap bermain-main dengan aturan. "Harus ada dari bidang SDM yang menindak tegas polisi bandel," ucap dia.
Selain tiga hal itu, Ellen mengatakan kepolisian perlu memikirkan penerapan aturan bila kendaraan pelanggar, berbeda dengan data yang tercantum dalam surat kepemilikan kendaraan.
Menurut dia, hukum lalu lintas di Indonesia lebih menekankan pemberian sanksi kepada individu perorangan, karena itu dia mempertanyakan bagaimana bila pelanggar dilakukan oleh individu yang menggunakan kendaraan bukan atas namanya.
"Yang ditangkap kamera CCTV dari sistem e-tilang ini kan mobil. Nah, pasti itu kan yang jadi pertanyaan itu kendaraan dikendarain oleh siapa? Bagaimana bila itu mobil sewaan? Jadi tugas polisi harus benar-benar memastikan sanksi yang diberlakukan tepat sasaran, dikenai langsung kepada pelanggarnya," ucap dia.
Sementara itu, Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek, Bambang Prihartono mengaku mendukung penerapan sistem e-tilang ini. Menurutnya, aturan ini cukup efektif mengerem pelanggaran lalu lintas.
"Ini memberi kemudahan, memberi efektifitas dan juga membuat efek jera," kata dia saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (28/11/2018).
Menurut Bambang, penerapan e-tilang tidak hanya memudahkan aparat kepolisian melainkan juga pengendara dan pemerintah daerah. Meski demikian, Bambang mengaku kurang sepakat bila e-tilang hanya difokuskan untuk mengurangi pelanggaran lalu lintas.
"Dengan e-tilang gampang dendanya kalau dengan manusia kan manual, tiba-tiba kena, kalau tidak terihat tidak kena (tilang)," tambah dia
Selain itu, kelebihan lain e-tilang, menurut Bambang, adalah membentuk basis data.
"Kita membangun database yang masih belum optimal. Dengan diterapkan maka secara langsung database kendaraan otomatis terbangun," kata dia.
Saksikan video pilihan berikut ini:
2 dari 3 halaman
Bagaimana Sistem E-TLE Bekerja?
Electronic Traffic Law Enforcement (E-TLE) atau e-tilang dapat bisa di bilang merupakan sistem pengaturan lalu lintas yang tergolong baru di Indonesia.
Di sejumlah negara, seperti Australia, Belgia, Kanada, Arab Saudi dan Inggris, sistem ini telah diterapkan lebih dulu, namun dengan nama berbeda, yaitu automatic number-plate recognition(ANPR).
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Yusuf mengatakan, sebenarnya, aturan tilang elektronik pernah diterapkan di dua jalur protokol, yaitu Jalan Sudirman dan Jalan MH Thamrin pada Desember 2016 lalu.
Namun, berbeda dengan aturan tilang elektronik sebelumnya, e-tilang versi E-TLE merupakan penerapakan tilang elektronik yang sepenuhnya mengandalkan akses kamera tersembunyi atau closed circuit television (CCTV).
"Kalau yang 2016, tilang hanya menggunakan aplikasi di android, jadi yang biasanya nulis di surat tilang, berubah jadi bisa langsung dimasukkan ke aplikasi itu. Jadi beda, yang tahun lalu berbasis android, yang sekarang CCTV," kata Yusuf kepada Liputan6.com Rabu (28/11/2018)
Lalu, bagaimana sistem e-tilang bekerja?
Sistem E-TLE ini sejatinya tidak berbeda drastis dengan sistem penilangan yang konvensional. Yang berbeda, penindakaannya dilakukan secara online. Proses deteksi pelanggaran dimulai melalui CCTV yang terpasang di sejumlah titik wilayah jangkauan E-TLE.
Kemudian, CCTV memotret kendaraan yang berpotensi melanggar lalu lintas. Hasil foto itu kemudian masuk ke basis data Pusat Pengendali Lalu Lintas Nasional Polri atau NTMC.
Dia pun mengklaim, teknologi CCTV yang didatangkan dari negeri Tiongkok ini cukup canggih, menurutnya, kamera tersembunyi itu mampu menangkap gambar aktivitas pengendara, meski dalam kondisi kecepatan penuh.
"Secara teknis CCTV ini dapat men-capture kendaraan, walau dalam kecepatan tinggi, hingga 300 kilometer per jam," kata Yusuf.
Setelah gambar pelanggar berhasil ditangkap, tim di NTMC akan memastikan apa benar pengendara tersebut melanggar lalu lintas. Jika seorang pengendara terbukti melakukan pelanggaran, maka akan diterbitkan surat tilang.
Setelah surat tilang diterbitkan, maka petugas akan mengirim surat tilang ke kediaman alamat pelanggar, dan meminta denda tilang dibayarkan melalui bank.
Selain bersurat, pihaknya juga mengirim pemberitahuan melalui nomor telepon. Lewat pesan singkat.
"Pelanggar akan dikirim pemberitahuan melalui pesan singkat ke ponsel yang nomornya sudah terdaftar," ucap Yusuf.
Agar cara itu bisa dilakukan, Yusuf mengaku pihaknya telah mewajibkan pemilik kendaraan bermotor untuk mendaftarkan nomor ponsel dan emailnya saat membuat surat kendaraan baru, atau penggantian nama pembelian kendaraan.
"Saya mengimbau daftar ulang kendaraan dilakukan, mulai dari balik nama, ganti warna, ganti pemilik. Termasuk pembelian kendaraan bekas wajib mencantumkan nomor hp dan alamat email," ujar dia.
Setelah surat tilang diterima, kepolisan memberi waktu 14 hari untuk membayar sanksi tilang yang dikenakan, jika pelanggar tidak merespons atau tidak membayar tilang, Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) akan diblokir.
Imbasnya pada saat masyarakat ingin membayar pajak tahunan, harus membayar denda pelanggaran terlebih dahulu.
"Setiap tahun sebelum buka blokir, pelanggar wajib membayar denda tersebut," kata dia.
Banyaknya jumlah pelanggar yang tertangkap saat uji coba e-tilang dianggap menjadi capaian positif dalam pemberlakukan sistem E-TLE ini. Polisi pun menangkap pertanda sistem ini jadi era baru aturan tilang di jalan raya.
Upaya untuk memperluas jangkauan e-tilang pun dilakukan, nantinya tak hanya di ruas jalur Sudirman hingga MH Thamrin, sebanyak 81 kamera CCTV baru akan dipasang di 25 lokasi yang menjadi jalur padat kendaraan.
"Sebanyak 81 CCTV itu ditempatkan di wilayah yang selama ini padat kendaraan. Tiap titik wilayah berbeda jumlah CCTV-nya, tergantung tingkat kepadatan kendaraan di wilayah itu," kata Yusuf.
Yusuf menyebut, beberapa titik di antaranya yaitu Simpang Bundaran Patung Kuda (2 kamera), simpang lampu pengatur lalu-lintas Kebon Sirih (4 kamera), simpang lampu pengatur lalu-lintas Sarinah (4 kamera), simpang lampu pengatur lalu-lintas Bundaran HI (4 kamera), simpang Bundaran Senayan (3 kamera), simpang lampu pengatur lalu-lintas Al Azhar (3 kamera), Simpang lampu pengatur lalu-lintas CSW (4 kamera), dan simpang lampu pengatur lalu-lintas Monalisa (3 kamera).
3 dari 3 halaman
Enggak Bayar Tilang, Listrik Mati
Meski memuaskan di awal, Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Kombes Yusuf mengakui, sistem E-TLE ini tak sepenuhnya bebas masalah.
Salah satu hambatan yaitu adanya pemilik kendaraan tangan kedua, alias kendaraan sering berpindah pemilik. Namun demikian, Yusuf memastikan polisi sudah memikirkan bagaimana agar hal ini tidak merepotkan penegakan pelanggaran dengan sistem E-TLE.
Yusuf mengatakan, apabila alamat rumah tidak sesuai STNK, karena kepemilikan kendaraan tangan kedua, maka orang tersebut harus melakukan klarifikasi atau lebih baik segera melakukan balik nama. Sebab, kata Yusuf, surat tilang akan tetap dikirim sesuai alamat yang tercantum pada STNK.
Terkait, masalah itu, Wakapolri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto juga mengakuinya, menurutnya memang agak repot harus mengonfirmasi pemilik kendaraan yang melanggar aturan lalu lintas.
Karena itu, dia mengusulkan penyesuaian regulasi yang memungkinkan pemilik kendaraan yang tidak balik nama bertanggung jawab dengan mendapat sanksi.
Usulan lainnya, Ari Dono menilai, bisa saja sanksi yang dikenakan tidak hanya sebatas denda. Ari mengusulkan, pelanggar atau pemilik STNK yang tidak membayar tilang, dapat diberikan peringatan seperti pencabutan listrik atau air.
"Pemikiran saya, sanksi bisa dilekatkan PLN atau PDAM. Misalnya tidak bayar, listrik mati atau air mati," kata Ari di Bundaran Hotel Indonesia, Minggu, 25 November 2018.
Namun demikian, Ari memuji langkah maju dalam penerapan e-tilang ini. Kendati banyak masyarakat yang menjadi 'korban' e-tilang, namun dia yakin kesadaran pengguna jalan sudah cukup baik.
"Ke depan saya yakin dengan waktu yang tidak lama kalau teknologi tergelar di Jakarta, mau tidak mau, kita berangkat dari rumah sudah siap tidak melanggar," ungkap dia.
Dia pun berharap, inovasi Ditlantas Polda bisa mengurangi kontak langsung antara petugas dengan pelanggar. Sehingga tidak adalagi sentuhan petugas dengan masyarakat yang berbuat salah.
"Banyak contoh di Youtube di mana polisi bersitegang dengan masyarakat. Ini bisa dikurangi," tandas dia.
Sejalan dengan sikap Polri, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berjanji akan membantu memperluas penerapan tilang elektronik di Jakarta, terutama di pusat keramaian.
"Mudah-mudahan nanti bisa lebih luas, sekarang baru di koridor Sudirman-Thamrin. Tadi saya bicara dengan Dirlantas, insyaallah nanti dimulai di tempat-tempat yang ada keramaian. Sekarang sedang dikaji oleh Polda," ucap Anies.
Selain itu, Pemprov DKI juga memerlukan penerapan e-tilang untuk mengecek tunggakan pajak kendaraan bermotor.
"Kita juga berkepentingan karena kita memiliki sekitar 700 ribu roda empat yang belum bayar pajak. Nilainya kira-kira Rp 1,2 triliun. Kemudian ada 4 juta kendaraan roda dua yang belum membayar pajak itu kira-kira Rp 855 miliar," jelas Anies.
No comments:
Post a Comment